Sabtu, 05 Mei 2012

KEPATUHAN WAJIB PAJAK


A.    Kepatuhan Wajib Pajak
Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, salah satu tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai kesejahteraan  bagi segenap bangsa Indonesia ini  dapat dilakukan dengan menjalankan pemerintahan yang baik dan melaksanakan pembangunan di segala bidang. Kedua fungsi ini bias berjalan jika didukung oleh sumber pembiayaan yang memadai. Salah satu sumber pembiayaan tersebut adalah pajak. (I Nyoman, 2009).

Kepatuhan adalah motivasi seseorang, kelompok atau organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Kepatuhan wajib pajak (Wahyu santoso, 2008) adalah wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hokum maupun administrasi.
Sesuai pasal 17 C KUP Jis KMK Nomor 544/KMK.04/2000 Direktorat Jenderal Pajak tealah mengeluarkan criteria Wajib Pajak Patuh. Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi criteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran pajak. Kriteria Wajib Pajak Patuh tersebut antara lain sebagai berikut:
a.       Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak baik Pajak Tahunan maupun Pajak Masa.
b.      Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Mengacu pada ketentuan yang mengatur tentang angsuran dan penundaan pembayaran pajak, tidak semua jenis pajak yang terutang dapat diangsur. Pajak yang dapat diangsur pembayarannya adalah: pajak yang masih harus diabayar dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar tambah. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan SPT yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak berakhir.
c.       Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir yang mengakibatkan kerugian Negara.
d.      Apabila dilakukan pemeriksaan pajak, koreksi fiscal yang dilakukan oleh pemeriksa pajak untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10% (sepuluh persen) dilihat dari penghasilan bruto (PKP).
Kepatuhan sebagai fondasi self assessment dapat dicapai apabila elemen-elemen kunci telah diterapkan secara efektif. Elemen-elemen kunci (Ismawan,2001:83) tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak
b.      Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak
c.       Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif
d.      Pemantapan law enforcement secara tegas dan adil
Jadi kesimpulan pengertian wajib pajak patuh bias disimpulkan menjadi 2, yaitu:
a.       Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan formal mencakup butir b dan c dari pengertian tersebut diatas.
b.      Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua ketentuan material perpajaka, yakni sesuai dengan isi dan jiwa Undang-Undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal. Kepatuhan material mencakup butir a dan d pengertian tersebut diatas.
Salah satu factor yang juga ikut menentukan tinggi rendahnya kepatuhan (massofa,2008) adalah besarnya biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak, yang dalam literature disebut sebagai compliance cost. Sedangkan biaya yang dikeluarkan fiskus dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsinya disebut sebagai administrative cost.
Time out adalah waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, mulai dari waktu yang terpakai untuk membaca formulir SPT dan buku petunjuknya, waktu untuk berkonsultasi dengan akuntan dan konsultan pajak untuk mengisi SPT, serta waktu yang terpakai untuk pergi dan pulang ke kantor pajak.
Faktor penentu Cost of Taxation dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Sacrifice of income adalah pengorbanan Wajib Pajak menggunakan sebagian penghasilan atau harta/uangnya untuk membayar pajak itu.
2.      Distortion cost adalah biaya yang timbul sebagai akibat perubahan-perubahan dalam proses produksi dan faktor produksi karena adanaya pajak tersebut, yang pada gilirannya akan merubah pola perilaku ekonomi. Sebagai contoh adalah pajak dapat merupakan disincentive terhadap individu maupun perseroan dalam berkonsumsi dan berproduksi.
3.      Cost of Taxation yang ketiga adalah running cost, yakni biaya-biaya yang tidak aka nada jika sistem perpajakan tidak ada baik bagi pemerintah maupun bagi individu. Biaya ini disebut juga “Tax operating cost” yang dibagi menjadi biaya untuk sector public dan sector swasta/private.

B.     Kondisi Perpajakan
Menurut Dirjen Pajak Mochammad Tjiptardjo berharap dalam lima tahun kedepan, kondisi perpajaka di Indonesia bias seperti Negara Maju. Kemajuan ini, terlihat dari proporsi besarnya Wajib Pajak orang pribadi lebih besar dibandingkan Wajib Pajak Badan. Upaya perbaikan sisi sumber penerimaan ini dilakukan agar penerimaan perpajakan di tahun-tahun mendatang bias stabil. (VIVAnews, J anuari 2010).
Akan tetapi selain dari sumber penerimaan, Dirjen Pajak juga harus memperhatikan dalam hal kualitas pelayanan yang baik dan update Undang-Undang perpajakan yang terbaru diberikan KPP kepada Wajib Pajak sehingga menimbulkan kepatuhan Wajib Pajak untuk membayar, menghitung, dan melaporkan pajaknya sehingga penerimaan Negara akan lebih baik lagi.
Ada lima factor yang mempengaruhi peningkatan kondisi perpajakan di Indonesia, diantaranya:
1.      Kesadaran Perpajakan
Kesadaran perpajakan adalah kesadaran, kesungguhan dan keinginan WP untuk memenuhi kewajiban pajaknya yang ditunjukkan dalam pengertian WP terhadap fungsi dan kesungguhan WP membayar pajak. Kesadaran dan pengetahuan ini perlu dipahami oleh WP. Kesadaran masyarakat sebagai WP yang patuh sangat erat terkait dengan persepsi masyarakat tentang pajak. Persepsi sangat berpengaruh terhadap motivasi WP pada akhirnya motivasi WP akan berpengaruh terhadap kepatuhan WP untuk membayar pajak.
2.      Sikap Rasional
Sikap rasional adalah pertimbangan wajib pajak atas untung ruginya memenuhi kewajiban pajaknya, ditunjukkan dengan pertimbangan wajib pajak terhadap keuangan apabila tidak memenuhi kewajiban pajaknya dan resiko yang akan timbul apabila tidak membayar pajak.
Apabila sikap rasional WP lebih mementingkan keuangan dan kepentingan diri sendiri bertambah, maka WP tersebut tidak patuh dalam memenuhi kewajiban pajak. Pengusaha pada dasarnya selalu ingin menguntungkan dirinya sendiri apabila penerapan peraturan pajak tidak tegas, sanksi administrasi yang relative ringan dan fiskus yang samping diajak kompromi, hal-hal tersebut oleh WP dianggap tidak menimbulkan resiko berat, maka sikap rasional WP untuk menguntungkan diri sendiri bertambah dan kepatuhan WP berkurang.
3.      Lingkungan Wajib Pajak Berada

Lingkungan WP terdiri dari keluarga, teman, jaringan sosial dan perdagangan, nilai pelaksanaan pajak yang terhubung dan informasi tentang Wajib Pajak. Termasuk didalamnya jumlah nominal dan komposisi penghasilan dan pengeluaran WP, peraturan perpajakan yang diikuti dan syarat/permintaan biaya yang sesuai.
Apabila lingkungan tidak kondusif akan lebih mendukung WP untuk tidak patuh. Lingkungan yang tidak kondusif seperti: Lingkungan bisnis WP berada yang sulit menerapkan/mengikuti peraturan yang berlaku. Prosedur yang berbelit-belit dan harus mengeluarkan biaya untuk urusan di kantor pajak; para pemimpin dan para wakil/tokoh rakyat yang tidak patuh terhadap peraturan perpajakan juga memberi contoh yang tidak baik terhadap masyarakat.

4.      Hukum Pajak

Hukum pajak (Hukum Fiskal) adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas Negara. Hukum pajak merupakan bagian dari hokum public yang mengatur hubungan hokum antara Negara dan orang-orang atau badan-badan (hokum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak). Hukum pajak memuat pula unsur-unsur hukum tata Negara dan hokum pidana (Siti Resmi, Perpajakan Indonesia:2008).
Pemungutan pajak berdasar Undang-Undang dengan peraturan pelaksanaan meliputi Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. Menurut pengertian hukum, bahwa setiap warga masyarakat dianggap mengetahui hokum, termasuk hukum yang meng





2 komentar:

Hai. aku juga punya materi yang berhubungan dengan wajib pajak. kunjungi saja di. http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/503/1/kartawan_108-116.pdf

makasih teorinya sangat membantu,ada daftar pustakanya ?

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More