Minggu, 06 Mei 2012

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25


A. Pengertian PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan Pasal 25 merupakan angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.


B. Perhitungan PPh Pasal 25
Ø Secara Umum
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Besarnya angsuran pajak yang hjarus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan–bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Contoh:
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2009                                             Rp50.000.000
Dikurangi:
PPh Pasal 21                                   Rp 15.000.000
PPh Pasal 22                                   Rp 10.000.000
PPh Pasal 23                                   Rp   2.500.000
PPh Pasal 24                                   Rp   7.500.000
Jumlah kredit pajak                       Rp 35.000.000
Selisih                                           Rp 15.000.000
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar setap bulan untuk Tahun 2010 adalah sebesar Rp 1.250.000 (Rp 15.000.000 dibagi 12)



Ø PPh Pasal 25 Sebelum SPT Tahunan PPh Disampaikan
PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah sama besarnya dengan PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu .
Contoh:
Apabila SPT Tahunan PPh tahun 2009 disampaikan oleh wajib pajak pada bulan Maret 2010, maka PPh Pasal 25 masa pajak Januari dan Februari 2010 sebesar angsuran pajak bulan Desember 2009.

Ø PPh Pasal 25 Jika Dalam Tahun Berjalan Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak.

Ø PPh Pasal 25 Dalam Hal-hal Tertentu
Direktur Jendral Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian
b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan
d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan
e. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan
f. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak
Pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, dalam hal-hal tertentu Direktur Jenderal Pajak diberikan wewenang untuk menyesuaikan penghitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan, apabila terdapat kompensasikerugian, Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan tidak teratur, atau terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.



Ø  PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak yang memperoleh kompensasi kerugian.
Apabila jumlah sisa kerugian habis dikompensasikan dengan penghasilan netto tahun pajak yang bersangkutan atau dengan kata lain tahun pajak yang bersangkutan merupakan tahun pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi kerugian. Angsuran bulannan PPh Pasal 25 tahun pajak berikutnya dihitung berdasarkan PPh terutang atas penghasilan tahun berjalan tanpa memperhitungkan lagi kompensasi kerugian.
Apabila jumlah sisa kompensasi kerugian tidak habis dikompensasikan dengan penghasilan netto tahun berjalan yang bersangkutan, dengan kata lain tahun pajak berikutnya masih dapat melakukan kompensasi kerugian. Angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun pajak berikutnya dihitung berdasarkan PPh terutang atas penghasilan tahun berjalan dengan memperhitungkan lagi kompensasi kerugian yang masih tersisa. Apabila sisa kompensasi tersebut masih lebih besar dari pada penghasilan tahun berjalan, angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya menjadi nihil.
Ø  PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak yang Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur
Apabila Wajib Pajak dalam tahun tersebut memperoleh penghasilan tidak teratur dan penghasilan teratur, maka penghasilan yang menjadi dasar untuk menghitung PPh tahun berikutnya menurut Pasal 25 adalah penghasilan teratur tahun sebelumnya.
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidental.

Ø  SPT Tahunan PPh disampaikan Lewat Waktu Tanpa Ada Izin Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan
1. PPh Pasal 25 mulai Masa Pajak Januari s.d. Masa Pajak sebelum SPT Tahunan disampaikan, sama besarnya dengan PPh Pasal 25 Masa Pajak Desember tahun pajak sebelumnya
2. Setelah SPT Tahunan PPh sudah dimasukkan, wajib dilakukan perhitungan  kembali PPh Pasal 25 mulai Masa Pajak Maret sesuai dengan PPh Pasal 25 menurut SPT Tahunan tersebut
3. Apabila jumlah PPh Pasal 25 menurut SPT tahunan tersebut lebih besar dari jumlah PPH Pasal 25 yang telah dibayar mulai Masa Pajak Maret, maka PPh Pasal 25 mulai Masa Pajak Maret perlu disesuaikan dan dikenakan sanksi administrasi bunga sebesar 2% per bulan
4. Apabila jumlah PPh Pasal 25 menurut SPT Tahunan gtersebut lebih kecil dari jumlah PPh Pasal 25 yang telah dibayar mulai masa pajak Maret, maka kelebihan PPh Pasal 25 mulai masa pajak Maret diperhitungkan dengan pembayaran PPh Pasal 25 Masa Pajak berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan

Ø  SPT Tahunan PPh disampaikan Lewat Waktu  Ada Izin Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan
1. Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan sementara sebelum batas akhir penyampaian SPT Tahunan (31 Maret)
2. Pasal 25 mulai masa pajak Januari s.d. Masa Pajak sebelum SPT Tahunan sementara disampaikan, sama besarnya dengan PPh Pasal 25 Masa Pajak Desember tahun pajak sebelumnya
3. PPh Pasal 25 mulai masa pajak SPT Tahunan sementara dimasukkan dihitung sesuai dengan besarnya PPh Pasal 25 menurut SPT Tahunan sementara ( ini yang membedakan dengan keterlambatan penyampaian SPT Tahunan tanpa ada ijin perpanjangan)
4. Setelah SPT Tahunan PPh sudah dimasukkan, wajib dilakukan perhitungan kembali PPh Pasal 25 mulai masa pajak SPT Tahunan sementara dimasukkan sampai dengan masa pajak sebelum SPT Tahunan disampaikan
5. Apabila jumlah PPh Pasal 25 menurut SPT Tahunan tersebut lebih besar dari jumlah PPh Pasal 25 yang telah dibayar mulai masa pajak SPT Tahunan sementara dimasukkan, maka PPh yang telah dibayar tersebut perlu disesuaikan/ditambah dan dikenakan sanksi administrasi bunga sebesar 2% per bulan
6. Apabila jumlah PPh Pasal25 menurut SPT Tahunan lebih kecil dari jumlah PPh menurut SPT Tahunan sementara, maka kelebihan PPh Pasal 25 diperhitungkan dengan pembayaran PPh Pasal 25 Masa Pajak berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan

Ø  Pembetulan SPT Tahunan
1. Dalam hal Wajib Pajak pada tahun pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu, besarnya PPh Pasal 225 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan tersebut
2. Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan lebih besar dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang dikenakan sanksi administrasi bunga 2% per bulan
3. Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan lebih kecil dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan Pembetulan

Ø  Perubahan Keadaan Usaha atau Kegiatan Wajib Pajak
Perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak dapat saja terjadi karena penurunan atau peningkatan usaha.
Contoh:
PT. Mekar Sari yang bergerak di bidang produksi benang dalam tahun 2009 membayar angsuran bulanan sebesar Rp 15000000.
Dalam bulan Juli 2009 pabrik milik PT. Mekar Sari terbakar, oleh karena itu berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mulai bulan Juli 2009 angsuran bulanan PT. Mekar Sari dapat disesuaikan menjadi lebih kecil dari Rp 15000000.
Sebaliknya apabila PT. Mekar Sari mengalami peningkatan usaha, misalnya adanya peningkatan penjualan dan diperkirakan Penghasilan Kena Pajaknya akan lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya, maka kewajiban angsuran bulanan PT. Mekar Sari dapat disesuaikan oleh Direktur Jenderal Pajak.


Ø  PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Tertentu
Pada prinsipnya penghitungan besarnya angsuran bulanan dalam tahun berjalan didasarkan pada SPT Tahunan PPh tahun yang lalu. Namun ketentuan ini memberi kewenangan kepada Mentri Keuangan untuk menetapkan dasar penghitungan besarnya angsuran bulanan selain berdasarkan prinsip tersebut diatas. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekati kewajaran perhitungan besarnya angsuran pajak karena didasarkan kepada data terkini kegiatan usaha perusahaan.
a. Bagi Wajib Pajak baru yang mulai menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam tahun pajak berjalan perlu diatur perhitungan besarnya angsuran, karena Wajib Pajak belum pernah memasukkan SPT Tahunan pajak penghasilan. Penentuan besarnya angsuran pajak didasarkan atas kenyataan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
b. Bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak masuk bursa dan wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat Laporan Keuangan berkala perlu diatur perhitungan besarnya angsuran tersendiri, karena terdapat kewajiban menyampaikan kepada instansi Pemerintah laporan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dalam suatu periode tertentu, yang dapat dipakai sebagai dasar penghitungan untuk menentukan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan.
c.Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dengan tariff paling tinggi 0,75% dari peredaran usaha
Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili, besarnya angsuran mendekati keadaan yang sebenarnya.

C. Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, harus dibayar paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya,
PPh Pasal 25 disetor ke bank persepsi atau kantor pos dan giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). SSP lembar ketiga atas PPh Pasal 25, merupakan SPT Masa PPh Pasal 25, dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Orang pribadi yang tidak melakukan usaha atau pekerjaan bebas dan besarnya PPh Pasal 25 menurut SPT tahunan adalah nihil, tidak mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25.


*               CONTOH SOAL :
Hitunglah angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2012 bagi PT.Bintang Makmur jika penghasilan bruto PT. Bintang Makmur tahun 2011 Rp 153.000.000.000. Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebesar Rp 80.000.000.000. PT. Bintang Makmur memiliki kredit pajak dalam negeri dan informasi pada tahun 2011 sebagai berikut:
- PPh Pasal 22 dari impor sebesar Rp 1000.000.000
- PPh Pasal 23 dipotong pihak lain Rp 1.600.000.000
-PPh Pasal 24 Rp 150.000.000
- Terdapat penghasilan tidak teratur berupa penjualan aktiva sebesar Rp 5000.000.000
- Kerugian Tahun 2010 Rp 13.000.000.000


Penyelesaian:
Perhitungan Pasal 25 Tahun 2012
Penghasilan Bruto Tahun 2011                 Rp 153.000.000.000
Biaya yang dikurangkan                           Rp    80.000.000.000
Penghasilan Neto Tahun 2011                  Rp     73.000.000.000
Penghasilan tidak teratur                          Rp       5.000.000.000
Penghasilan Neto Teratur                          Rp     68.000.000.000
Kompensasi Kerugian                               Rp                   0
Penghasilan Kena Pajak                            Rp     68.000.000.000
PPh Terutang:
25% x Rp 68.000.000.000                        Rp      17.000.000.000
Kredit Pajak:
-PPh Ps.22             Rp1.000.000.000
-PPh Ps.23             Rp1.600.000.000
-PPh Ps.24             Rp   150.000.000
                                                                  Rp       2.750.000.000
PPh yang dibayar sendiri                          Rp     14.250.000.000
PPh Pasal 25 Tahun 2012:
Rp 14.250.000.000 / 12 = Rp 1.187.500.000
“Orang Bijak, Taat Pajak”

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More